Permata

Hari ini, satu
Besok, mungkin tak ada
Lusa, barangkali lebih dari seribu
yang ku tahu, kemarin, kemarin, kemarin
Telah penuh satu Peti
Awalnya lenyap

Ditiup angin
Diserap kayu
Dibakar api
Lagi-lagi memuai, hilang tak berbekas
tak berwujud lagi

Hari ini, mulai kutuai lagi
Tetes ini akan terganti Butir
Bukan peluh
Lalu ku tebar kilau berharga
Ku jadikan makna tak terhingga
Meski dengan Luka
Aku mau engkau melihatnya dengan Bahagia

Penyerahan

Ini aku beserta bayangku
menemuimu.
Dengan tiada apa yang ada.

Ini bayangku

Dalam genggamanmu
Dalam kegelapan aku terjaga.

Ini diriku

Menatapmu
Meletakkan mahkota kebanggaanku

Melihatmu

Melepaskan gaun keangkuhanku.
Mendengarmu
Membisukan suara ke-Aku-anku.

Ini diriku yang nyata

Tanpa lerai diriku adanya

Kita

Cahaya antara lalang
Dibalik padang senja
Bersuntingkan bunga-bunga liar

Sinar . . . .
Lihatkah Dunia tarian ini
Ini rintik hujan di padang lalang
Rekah kuntum gemulai merayu jingga
Antara rintik dan terik

Mengalahkan panas dan dingin
Yaitu kata Aku dan Kamu


Melebur menjadi kata Kita
Yang kusebut Pelangi

Titik titik

Burai jelaga yang pernah kau usap
Kini tersusun lagi

Titik

Titik

Ku tak ayal bisa tertawa

Pun tangis tertahan harap iba